You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Manduang
Desa Manduang

Kec. Klungkung, Kab. Klungkung, Provinsi Bali

Om Swastiyastu. Selamat Datang di Website Resmi Desa Manduang , Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung. Media komunikasi dan transparansi Pemerintah Desa Manduang untuk seluruh masyarakat.

Sejarah Desa Manduang

Administrator 04 April 2019 Dibaca 222 Kali
Sejarah Desa Manduang

Sejarah Desa Manduang

Menurut buku monografi Desa Manduang Tahun 1987, pola Desa Manduang merupakan berbentuk linier, sehingga wajah Desa Manduang yang sekarang ini tidak seperti aslinya dahulu, melainkan telah banyak mengalami perubahan.  

Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan-peninggalan, seperti bekas jalan yang sekarang dikenal dengan nama Tungging. Jalan Tungging merupakan jalan yang dahulunya menghubungkan Desa Manduang dengan Desa Akah. Jadi, jalan yang menghubungkan Desa Besang dengan Desa Manduang dahulunya tidak ada. Hal ini membuktikan pula, bahwa Desa Manduang lebih dahulu ada dari pada Desa Besang. Perubahan-perubahan ini terjadi khususnya pada jaman penjajahan Belanda yang diwariskan sampai sekarang.

  1. Asal-Usul Nama Desa Manduang

Penduduk asli Desa Manduang sebenarnya tidak ada. Sebab penduduk yang berdiam di Desa Manduang sampai sekarang ini merupakan penduduk pendatang yang sebagian belum di ketahui asal-usulnya dan yang sebagian lagi merupakan penduduk pengungsi yang berasal dari Kerajaan Gelgel akibat pemberontakan yang terjadi oleh I Gusti Agung Maruti. Tetapi dapat dijelaskan secara singkat, sebagai perintis pertama atau pemula penduduk Desa Manduang merupakan penduduk yang sekarang bertempat di Banjar Kaleran, kemudian disusul oleh Banjar Guliang ( Banjar Tengah ), Banjar Kanginan, Banjar Tubuh, Banjar Gingsir, dan Banjar Jero.

  1. Banjar Kaleran

Di Desa Manduang, ditemukan dua buah peninggalan purba kala, yaitu Lingga dan Patung Dewa Gana. Lingga merupakan sebuah tugu berbentuk lonjong bersegi delapan terbuat dari batu. Lingga merupakan perlambang purusa atau laki-laki. Patung Dewa Gana ( Dewa Berkepala Gajah ) ditemukan pada tempat yang sama dengan peninggalan pertama, pada sebuah tempat yang disebut Sulang Ai. Patung ini dibuat dari tanah liat, menggambarkan orang yang sedang duduk dalam sikap semadi, yakni sila asana. Menurut jawatan purbakala, peninggalan ini diperkirakan berasal dari abad XIV, sebab bentuk dan bahan yang digunakan sama dengan bentuk dan bahan peninggalan yang ditemukan di pulau Jawa ( peninggalan Kerajaan Majapahit, abad XIII ). Tetapi, jauh sebelum pembuatan kedua patung itu, diperkirakan telah ada sekelompok masyarakat berdiam di sebelah utara desa. Kelompok ini membentuk sebuah banjar yang pada saat itu, disebut Banjar Tegal. Mereka inilah yang dianggap sebagai penduduk asli Desa Manduang.

Kedatangan kelompok tersebut diperkirakan sudah sangat lama, sehingga tidak jelas diketahui abad dan tahunnya. Mereka membuka tanah untuk pertanian dan ladang. Pada waktu itu, masyarakat ini masih terlalu kecil untuk disebut desa. Untuk sekarang Banjar Tegal telah dirubah namanya menjadi Banjar Kaleran.

  1. Banjar Tengah

Timbulnya Banjar Tengah berkaitan dengan adanya perselisihan antara Gusti Agung Maruti dengan Dalem Di Made. Namun, perselisihan pertama yang terjadi akhirnya dapat didamaikan. Ketika terjadi perselisihan yang kedua, maka Dalem Di Made mundur ke barat menuju daerah Guliang. Setelah tiba di daerah Guliang, raja merasa aman dan memutuskan untuk tinggal sementara disana.

Selama pengungsian itu, ternyata pengikut beliau yang jumlahnya 300 orang ada yang sampai disuatu tempat, yang sekarang disebut Banjar Tengah. Karena mendengar raja telah sampai di Desa Guliang, Bangli, dan sudah merasa aman, pengikutnya yang berdiam di Banjar Tengah ( sekarang ), pada waktu itu mendirikan sebuah banjar yang disebut Banjar Guliang, sebagai bukti kesetiaan mereka kepada rajanya.

  1. Banjar Kanginan

Berselang beberapa waktu kemudian, setelah putra Dalem Di Made dewasa, yaitu Dewa Agung Jambe dan Dewa Agung Mayun. Atas kesepakatan Ki Gusti Sidemen, Panji Sakti, dan Jambe Pule untuk mempertahankan agar keturunan dari dinasti Kepakisan ( Dalem Di Made keturunan Kepakisan ), maka disusunlah suatu rencana untuk perebutan kembali tahta Kerajaan Gelgel yang dikuasai oleh Gusti Agung Maruti. Dalam penyerangan itu yang dipimpin oleh tiga orang tersebut, kekuasaan Gusti Agung Maruti dapat dikuasai kembali dan Gusti Agung Maruti sendiri melarikan diri menuju daerah Jimbaran, terus ke Desa Kapal, dan akhirnya sampai di Hutan Rangkan. Disinilah Gusti Agung Maruti mendirikan permukiman baru, yang disebut Desa Keramas sekarang.

Atas kemenangan inilah, putra Dalem Di Made yang bernama Dewa Agung Jambe diangkat sebagai raja yang berkedudukan di Semara Jaya dan Dewa Agung Mayun sebagai wakil raja berkedudukan di Tampak Siring. Pada waktu itulah mulai berdiri Kerajaan Semara Jaya yang lebih dikenal dengan Kerajaan Klungkung. Berselang waktu berikutnya, datanglah utusan Kerajaan Klungkung untuk memimpin masyarakat di Banjar Guliang. Mereka inilah yang menempati wilayah yang sekarang diberi nama Banjar Kanginan.

  1. Banjar Tubuh

Kedatangan warga Kebon Tubuh di Desa Manduang merupakan akibat dari tekanan Gusti Agung Maruti yang telah menguasai Gelgel. Disamping itu, warga Kebon Tubuh tidak boleh menunjukkan identitas sebagai Gusti. Selain itu, akibat tindakan Gusti Agung Maruti terjadilah pengungsian warga Kebon Tubuh ke Desa Manduang dan mendirikan banjar yang sesuai dengan silsilah yang disebut Banjar Tubuh.

  1. Banjar Gingsir

Banjar Gingsir timbul, karena adanya perselisihan antara kasta Ksatria ( Pradewa ) dengan kasta Sudra di Banjar Kanginan, maka orang-orang Sudra tersebut kemudian pindah ke utara ( megingsir ), sehingga disebut Banjar Gingsir.

  1. Banjar Jero

Banjar Jero timbul, karena di dalam Banjar Kanginan terjadi lagi perselisihan antara saudaranya yang memegang kekuasaan dengan yang tidak memegang kekuasaan, maka yang memegang kekuasaan memisahkan diri membentuk suatu banjar, yang disebut Banjar Jero.

  1. Penafsiran Asal-Usul Sebutan Manduang

            Mengenai asal-usul kata Manduang, ada suatu penafsiran. Ditinjau dari etimologi, kata Manduang berasal dari akar kata manda dan wang atau wong. Manda artinya gelombang atau tahap, sedangkan wang atau wong artinya orang atau manusia. Jadi, kalau diterjemahkan secara bebas, arti kata Manduang merupakan orang-orang yang datang secara bertahap atau bergelombang. Untuk melihat lebih jelas sejarah berdirinya Desa Manduang, tidak terlepas dari sejarah timbulnya banjar-banjar itu sendiri yang merupakan wilayah dari Desa Manduang tersebut.

Berdasarkan sejarah Desa Manduang tersebut, maka Desa Manduang merupakan desa yang telah tua. Penduduk Desa Manduang merupakan pendatang yang berasal dari daerah-daerah yang memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda-beda. Sehingga, Desa Manduang ini terdiri dari tiga dusun dan enam banjar adat. Pertama, Dusun Kaleran terdiri dari dua banjar adat, yakni Banjar Kaleran dan Banjar Gingsir. Kedua, Dusun Tengah terdiri dari tiga banjar adat, yakni Banjar Tengah, Banjar Kanginan, dan Banjar Jero. Dan ketiga, Dusun Tubuh terdiri dari satu banjar adat, yakni Banjar Tubuh.

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image